Assalamualikum Wr. Wb.

Thank You for Your Joined

Selasa, 10 Januari 2012

MANIS HUJAN


            Sore itu suasana hiruk pikuk terjadi di Lapangan sepak bola Dlimas. Ya, kesebelasan kelas XI IPS kalah. Kelasku mememenangkan pertandingan sesi ini dengan skor 1-0 mengalahkan XI IPS. Senang, terharu, bahagia, tapi…tidak ketinggalan aku juga bingung.
            “Pip, kamu ada yang mau njemput nggak?”, tanyaku pada Afifah, teman satu kelas dan dan satu desaku.
            “Enggak ada Fat, kamu ada nggak?”, tanyanya padaku.
            “Enggak ada juga, terus kita gimana pulangnya?.”
“Duh…gimana ya? Coba kamu sms kakak kamu atau gimana. Kan disini nggak ada angkot, kau mau jalan kaki?”
“Ya enggak lah. Gimana aku mau sms kakak aku, HP aja aku yang bawa.”
“Terus gimana?”
“Ya udah, kita jalan kaki sampai jalan raya dulu. Siapa tahu nanti ada yang ngajak pulang bareng.”
“Oke, lah.”
Lokasi lapangan yang jauh dari jalan raya, membuat aku dan temanku kebingungan pulang kerumah. Lokasi rumah yang berjarak 20 KM dari lapangan memaksa otakku berputar mencari jalan keluar menuju rumah. Dan ternyata…
“Duh…hujan, Fat”, teriak Afifah ditengah jalan.
“Iya, aku tahu. Siapa juga yang bilang panas. Jam segini juga mana ada terik matahari muncul”, jawabku kesal.
“Yah…sudah jam setengah enam, Fat. Gimana, nih…”
“Ya enggak gimana-gimana, emang mau gimana lagi?”
“ya, gimana lah. Lari aja yux?”
“Ayuk‼!”
Sore itu malang sekali nasibku. Sudah jatuh, tertimpa tangga, digigit anjing pula. Bagaimana tidak, ditengah kegalauanku, sandalku…oh, sandalku…
“Pipah…”, teriakku tiba-tiba.
“Ada apa, Fat?.”
Sendalku cedot, ha…”
“Hahahaha…”, tertawanya puas sekali.
“Sial banget sih, aku.”
“Sabar, Fat…”, dengan sabar temanku meredakan emosiku.
Belum lima menit, emosiku turun dari ubun-ubun, tiba-tiba mobil sedan lewat dan meyipratkan air ke tubuh kita berdua. Tanpa permisi, tubuh pakaian kita basah kuyup.
“Fatimah…! Tidak…”, teriaknya.
“Apa, Pip? Hahahaha…”
“Ya Tuhan… Mimpi apa aku semalam?”, sontak dia matanya memerah.
“Sabar, Pip… Enggak perlu nangis seperti itu”, gantian aku yang mencoba meredakan luapan amarahnya.
Alhamdulillah, setelah cobaan bertubi-tubi menimpa kita, HP-ku berbunyi. Pesan singkat masuk dari teman SMP-ku dulu, yang tadi sempat ketemu dilapangan.
“Fat, km dmn? Udah nympe humz blm? Tadi q liat km jalan kaki am Afifah ya?”, isi pesan singkat tersebut.
Hatiku berdebar saat membaca sms itu. Karena memang akhir-akhir ini ada perasaan yang lebih dari sekedar teman antara aku dan temanku itu, Taufik.
Alhamdulillah, Pip. Taufik sms. Dia nanyain aku.”
“Ya udah, to. Minta jemput sama dia aja.”
“Em…tapi, gimana ya? Aku enggak enak sama dia.”
“Alah. Enggak usah memakai perasaan, gunakan logika aja. Mana mungkin jam segini ada angkutan umum lewat”, paksa dia.
“Ya udah, aku coba sms dia.”
Segera aku membalas pesan singkat temanku itu.
Blm nih, masih d Petamanan. Qta ga ad yg jemput. Km lg sibuk ga?”, isi balasanku.
Tak ada dua menit, dia membalas pesan singkatku lagi.
Ya udah, q ksana. Km tunggu d pertigaan aj, jgn kmn2 ya. Ga lama kok
Serasa terbang diangkasa saat aku membaca jejeran huruf di telepon genggamku.
“Yes! Kita enggak jadi terlantar, Pip. Taufik mau jemput kita, bentar lagi. Hehehe…”
“Huft…Alhamdulillah, deh.”
“Iya, aku juga seneng. Apalagi…”
“Yang jemput Taufik. Cie…yang lagi jatuh cintrong nih ye…”
“Ih, kamu apaan sih, Pip.”
“Hahaha…”
Berselang tidak ada sepuluh menit, suaraklakson motor mengejutkan kita. Iya, dia datang dengan senyuman keikhlasan.
“Ya Tuhan. Kenapa kalian basah kuyup seperti ini? Sandalmu kenapa, Fat?”, tanya Taufik dengan khawatir.
“Hehe, copot sandalku”, dengan malu-malu aku menjawab apa adanya.
“Ya udah, ayuk cepetan. Nanti keburu masuk angin”, ajaknya tanpa ragu-ragu.
“Ayuk. Ayo Fat, cepetan”, ajak Afifah dengan kesan girang dan terburu-buru.
“Iya, sabar kenapa”, jawabku.
Dengan ragu-ragu aku membonceng ditengah antara Taufik dan Afifah. Keheningan selama diperjalanan dipecahkan oleh Taufik.
“Kalau mau pegangan, pegangan aku saja, Fat. Nggak usah ragu-ragu.”
Berdebar hatiku mendengar perkataannya padaku.
“Iya, terimakasih. Maaf ya, kita berdua jadi ngerepotin kamu. Malam-malam jadi ikut hujan-hujanan seperti ini.”
“Nggak apa-apa, kok. Ini gunanya, pertemanan. Menolong saat lainnya kesusahan dan melengkapi saat temannya kekurangan. Iya, kan?.”
“Iya. Terimakasih banyak buat semuanya.”
“Iya, sama-sama. Semoga dengan seperti ini bisa menambah baik hubungan kita. Iya nggak, Pip?”
“Iya, Fik. Bener banget”, sahut Afifah.
Ternyata seperti inilah manisnya sebuah pertemuan yang berlanjut pada perkenalan dan disahkan dengan pertemanan. Menolong dikala teman merasa susah, memperhatikan disaat teman lalai, dan melengkapi dikala teman kekurangan. Dan disaat semua itu dilakukan tanpa pamrih, maka tentu semua itu akan berbuah pada cinta dan kasih sayang.







Diambil dari kisah 3,5 tahun silam…    

Minggu, 08 Januari 2012

Pola Perkembangan Dakwah Islam di India


I.      PENDAHULUAN
Dunia Islam kontemporer dimulai sejak tahun 1342-1420 H/1922-2000 M.[1] 
India adalah negeri yang memiliki wilayah yang luas dan terdiri atas banyak bangsa, bahasa, dan agama. kaum muslimin telah menaklukannya dan mendirikan kerajaan di ibukota Dhelhi, lalu kekuasaannya meluas. Namun, kemudian terpecah menjadi negeri-negeri kecil yang terpecah belah dan saling berselisih.[2]
Rangkaian ekspansi kaum muslimin ke India terpaut pada masa yang sangat jauh kebelakang. Tercatat bahwa ekspansi pertama yang dilakukan mereka kesana terjadi pada tahun ke-15 setelah Rasulullah wafat. Sejak itu, ekspansi bangasa Arab ke India terjadi secara berkelanjutan sampai abad ke-18 M dan ekspansi tersebut dilakukan dari barat laut. Sebagian diantara mereka ada yang menetap  di India dan menjadi para Raja yang sangat berjasa bagi kemajuan kebudayaan Islam.
Pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sofyan, tercatat pada tahun 44 H Al Mullahab bib Abu Sufroh melakukan serangan ke negeri Shin. penaklukan yang dilakukan Al Mullahab ini membentang sampai ke wilayah-wilayah yang terletak antara Qabul dan Almultan. Kemudian penaklukan di wilayah ini dilanjutkan oleh kaum muslimin sehingga penaklukan tersebut meliputi Qauqan, Kaikan, dan Daibal.
Ketika Al Walid bin Abdul Malik menjadi Khalifah (86-96 H), Al Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsakhofi telah menginstruksikan Muhammad bin Al Khosim agar memerangi India. Maka pada tahun 9 H Muhammad bergerak menuju India dan mengadakan pengepungan terhadap wilayah yang berbatasan dengan Daibal.[3] 
Islam diperkenalkan di anak benua India dalam bentuk sebuah peradaban yang telah berkembang yang diwarnai dengan budaya pertanian (agrikultural), urbanisasi, dan keagamaan yang terorganisir secara mapan. Sementara itu peradaban India diwarnai dengan system kasta, Hinduisme, brahmanik, dan keyakinan budha, dan diwarnai dengan dominasi elite Rajput dan elite politik Hindhu lainnya. Penaklukan muslim melahirkan sebuah elit baru dan sebuah tingkat integrasi polotik, dan menandai awal proses berkembangnya sebuah peradaban muslim yang khas.[4]
Dalam makalah ini akan membahas mengenai “Pola Dakwah Islam di India” melalui pembahasan sejarahnya, pola dakwahnya, dan pengaruhnya dalam kehidupan di India.
II.      RUMUSAN MASALAH
1.      Sejarah Dakwah Islam di India
2.      Pola Dakwah di India
3.      Pengaruh Islam di India
III.      PEMBAHASAN 
1.      Sejarah Dakwah Islam di India
Sesungguhnya dalam abad pertama hijriah agama Islam sudah masuk ke tanah India pada tahun 637 M yaitu pada masa pemeritahan khalifah Umar bin Khatab, armada Islam yang pertama telah bertolak dari Oman dan Bahrain, menuju pantai barat tanah India. Dalam tahun 664 M raja dari Kabul telah mengakui ketundukannya kepada kerajaan Islam. Pada tahun 712 M/93 H khalifah Walid bin Abdul Malik (Dinasti Umayyah) telah mengirim Emir Muhammad ibn Qasim untuk menaklukkan tanah India.[5]
Pada zaman Nabi Saw Islam masuk  ke kawasan Asia Selatan (dulu India) secara penetration pacifique melalui hubungan perdagangan di kota-kota pesisir pantai barat dan selatan. Pada waktu itu kondisi sosial dan politik India sedang rapuh dengan terjadinya penindasan kaum kasta Brahmana terhadap kasta yang lebih rendah dan orang Budha, juga terjadinya perebutan kekuasaan diantara raja-raja Hindu. Dalam kondisi yang demikian pasukan Islam dibawah pimpinan Muhammad ibn Qasim datang membawa harapan bagi keselamatan orang yang tertindas melalui penerapan keadilan sosial yang memberi harapan baru.[6]
Delhi adalah kerajan Islam India sejak tahun 608 H/1211 M. Sebagai ibu kota kerajaan Islam, Delhi menjadi pusat kebudayaan dan peradaban Islam di anak benua India.
Delhi terletak di pinggir Sungai Jamna. Mula-mula Delhi di kuasai Islam di taklukkan oleh Quthb Ad-din Aybak. Tahun 602 H/1204 M oleh Quthb Ad-din Aybak di jadikan kerajaan Islam Mongol. Zhahiruddin Babur raja Dinasti Mongol pertama, merebut Delhi dari tangan Dinasti Lodi.
Setelah Delhi di hancurkan oleh tentara Timur Lenk, kekuasaan raja-raja yang berkedudukan di Delhi merosot tajam. Ketika itulah Dinasti Lodi mengambil kota Agra sebagai ibu kota, sementara Delhi menjadi kota yang kurang penting. Kota Agra itu pula untuk pertama kalinya menjadi ibu kota kerajaan Mongol, ketika Zahiruddin Babur mengalahkan Dinasti Lodi. Kota Delhi menjadi ibu kota Mongol pada masa Humayun (1530-1556), seorang raja yang cinta ilmu. Raja Mongol lainnya, Syah Jehan(1628- 1658) mendirikan kota Syahjahanabad. Syah Jehan mendirikan monument sejarah yang sangat indah dan menjadi salah satu Tujuh Keajaiban dunia, yaitu Taj Mahal, sebuah monument untuk mengenang istri tercintanya Muntaz Mahal.[7]
Sejarah masuknya Islam di India dapat di bagi menjadi empat periode, yaitu awal masuknya Islam sejak zamannya nabi SAW sampai dinasti Ghuri, Islam pada masa kesultanan Delhi 1206-1526M, dan Islam pada masa dinasti Mughol 1526-1857 M dan penjajahan serta pergolakan Islam sampai lahirnya Pakistan dan berdirinya Bangladesh.
-          Tokoh-tokoh, dari:
§  Kashmir. Penguasa yang paling terkemuka adalah keluarga Syamsuddin Syah Mirza pada masa antara tahun 744-970 H/1343-1562 M. Pada tahun 995 H/1568 M keluarga timuriyah menguasainya
§  Sind. Keluarga penguasa terkemuka adalah sam mani kemudian satmakan, lalu keluarga Syah Beik al-Kandahari. secara berturut-turut keluarga ini memerintah antara tahun 865-995 H/1460-1586 M.
§  Punjab. Dahulunya mengikuti raja-raja Delhi, kemudian keluarga Al-Afganistani Raisharah berkuasa hingga tahun 932 H/1526 M, yang kemudian dikuasai oleh Babur Syah At-Timuri.
§  Gujarat (India Barat). Diperintah oleh keluarga Muzhaffar Syah antara tahun 810-992 H/4071584 M, Kemudian dikuasai oleh orang-orang taimuriyah.[8]
-          Masa Pemerintahan-pemerintahan Islam di India (198-392 H/813-1001 M)
Pemerintahan-pemerintahan ini mayoritas muncul pada masa kelemahan khalifah Abbasiyah, sebagai hasil dari penguasaan orang-orang Turki terhadap sebagian wilayah yang terbesar di India. Diantara pemerintahan-pemerintahan ini yang terkenal adalah sebagai berikut:
§  Pemerintahan Al Mahaniyah di Sindan pada tahun 198 H, pendirinya adalah Fadhl ibn Mahan
§  Pemerintahan Al Hibariyyah di Sind pada tahun 240 H, pendirinya adalah Umar bin Abdul Aziz Al Hibari
§  Pemerntahan As Saniyah di Multan pada tahun 279 H, pendirinya adalah Muhammad bin Qasim As Sami
§  Pemerintahan Ismailliyah di Multan pada tahun 375 H diantara penguasanya yang terkenal adalah Jalm bin Syaiban
§  Pemerintahan Al Ma’daniyah di Makran pada tahun 340 H, pendirinya adalah Isa bin Ma’dan
§  India tunduk pada pemerintahan Ghaznawiyah pada masa 366-582 H/976-1186 M. Penguasanya yang paling terkenal adalah Sultan Mahmud yang menyerang India sebanyak 17 kali. Setelah itu India tunduk kepada pemerintahan Al Ghawriya pada masa 582-602 H/1186-1205 M.[9]
2.      Pola Dakwah di India
Masuknya agama Islam di India tidaklah serta merta begitu saja, akan tetapi penuh dengan perjuangan. Agama Islam dapat dengan segera mengembangkan sayapnya sampai ke tanah India, disebabkan antara lain karena antara orang Arab dan orang Hindu berabad-abad sebelum agama Islam itu lahir, sudah ada juga hubungan yang baik antara kedua bangsa itu, terutama dalam lapangan perdagangan.[10]
Salah satu jalan masuknya Islam di India adalah melalui jalur perdagangan, dan penaklukan.
Salah satu metode yang digunakan adalah metode bil-hal. Media dakwah yang digunakan adalah melalui peperangan, setelah itu dikembangkan melalui masjid-masjid yang dibangun setelah masuknya Islam. Setelah itu Islam berkembang seiring berkembangnya pemerintahan Islam di India. Islam menggunakan toleransi sebaga jalan dalam syiarnya. Karena pada awal masuk kondisi India mayoritas pemeluk kepercayaan Hindu-Budha.
3.      Pengaruh Islam di India
Pengaruh Islam di India, terdiri dari berbagai bidang. Berikut uraian dari sebagian pengaruh-pengaruh tersebut.
Dalam kepemimpinannya, Muhammad ibn Qasim telah meletakkan dasar-dasar bermasyarakat yang baik dan harmonis. Dalam kebijakan pertahanan ia melarang tentara arab untuk memiliki tanah di daerah perang dengan pertimbangan : mutu tentara turun, hasil prosuksi pertanian tidak baik karena orang arab kurang mahir dalam bidang pertanian, negara dirugikan 80%, rakyat pribumi kehilangan pekerjaan sehingga akan mudah terjadi pemberontakan. Dia juga membagikan pemerataan kekuasaannya kepada non-muslim. Walaupun kelas sosial sind sebagai kelas dzimmi, ibn Qasim memberikan perlakuan sama terhadap mereka dengan tidak membedakan antara arab dan non-arab.
Selain itu ibn Qasim juga menjadi sebab semakin banyaknya orang arab yang menetap di India untuk melakukan perdagangan dengan orang-orang pribumi. Pusat perdagangan yang terkenal antara lain, daibul, pantai malabar, pantai karamandel termasuk ceylon, madura, saptagram, chittagong, samandar, dan akyab (sekarang di birma).
Kuil-kuil yang pernah hancur dan rusak dibangun kembali dengan biaya pemerintah, renovasi ini atas pertimbangan kedisiplinan penduduk dalam membayar pajak kepada negara, menjadi kewajiban negara untuk melindungi penduduk sind.
Di samping itu, ia juga menerapkan keadilan diseluruh tingkat masyarakat, masyarakat bisa bertemu langsung dengan ibn Qasim tanpa ada perantara. dalam bidang militer, penyeleksian masuk dinas militer sebelumnya didasarkan pada kasta-kasta, pola ini tidak diberlakukan lagi oleh ibn Qasim, siapa saja yang mampu diperkenankan untuk masuk dinas militer.
Pengaruh Islam lainnya yang cukup besar adalah mulai dilarangnnya sati daho sampai akhirnya dilarang secara resmi, dalam bidang ilmu pengetahuan, banyak buku India yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab pada abad 8 M. Pada saat itu banyak ilmuan arab dikirim ke India untuk mempelajari ilmu-ilmu yang ada di India. Seperti ahli astronomi arab, abu manshar, belajar di beneras, pusat kebudayaan hindu. Selama sepuluh tahun abu yazid al-bustami pernah tinggal di sind dan berguru kepada penduduk pribumi dan masih banyak lagi yang lain.
Al-Biruni mencatat pula tentang sistem keadilan hindu pada zaman dulu sangat longgar. Para Brahmana tidak dihukum atas kesalahannya. Ia juga menjelaskan tentang administrasi pemerintahan dimana pajak sangat rendah. Hasil bumi dicatat sebagai pajak bagi pemerintah. Disamping itu sistem kasta juga menjadi jurang pemisah antara suku, kasta, dan warna kulit. Yang pada akhirnya semua itu dapat diselesaikan dengan masuknya invasi Islam ke India.
Bangunan-bangunan yang didirikan-pun bercorak campuran antara gaya Syiria, Bizantium, Mesir dan Iran dengan detilnya hindu, jaina atau budha. Kontak antara Islam dan hindu menghasilkan evolusi gaya yang kadang-kadang disebut indo-muslim.[11]
IV.      KESIMPULAN
Sesungguhnya dalam abad pertama hijriah agama Islam sudah masuk ke tanah India pada tahun 637 M yaitu pada masa pemeritahan khalifah Umar bin Khatab, armada Islam yang pertama telah bertolak dari Oman dan Bahrain, menuju pantai barat tanah India. Dalam tahun 664 M raja dari Kabul telah mengakui ketundukannya kepada kerajaan Islam. Pada tahun 712 M/93 H khalifah Walid bin Abdul Malik (Dinasti Umayyah) telah mengirim Emir Muhammad ibn Qasim untuk menaklukkan tanah India.
Sejarah masuknya Islam di India dapat di bagi menjadi empat periode, yaitu awal masuknya Islam sejak zamannya nabi SAW sampai dinasti Ghuri, Islam pada masa kesultanan Delhi 1206-1526M, dan Islam pada masa dinasti Mughol 1526-1857 M dan penjajahan serta pergolakan Islam sampai lahirnya Pakistan dan berdirinya Bangladesh.
Masuknya agama Islam di India tidaklah serta merta begitu saja, akan tetapi penuh dengan perjuangan. Agama Islam dapat dengan segera mengembangkan sayapnya sampai ke tanah India, disebabkan antara lain karena antara orang Arab dan orang Hindu berabad-abad sebelum agama Islam itu lahir, sudah ada juga hubungan yang baik antara kedua bangsa itu, terutama dalam lapangan perdagangan.
Mempelajari sejarah dakwah para pejuang Islam di India dapat memberikan pengetahuan baru, sehingga kita dapat mengambil pelajaran dari metode-metode yang masih relevan dengan kondisi saat ini untuk diterapkan di masa sekarang ataupun di masa mendatang.
Diantara beberapa pelajaran yang bisa diambil adalah:
-          Sikap toleran dalam dakwah
-          Memanfaatkan kondisi lingkungan dan masyarakat sebagai media dakwah
-          Memaksimalkan media yang ada
-          Akan lebih berhasil jika dakwah ditunjang dengan perilaku pelaku dakwah (Bil-Hal)


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Al-Usairi, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam hingga abad XX), Jakarta: Akbar, 2003.
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam (Jilid 2), Jakarta: Bulan Bintang, 1978
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam II, Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
IRA. M. Lapidus, Sejarah social umat Islam (bag. I & 2), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam), Jakarta: Kencana, 2003.
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
Soebardi & Haesojo, Pengantar Sejarah dan Ajaran Islam, Binacipta, 1983.


[1]Ahmad Al Ussairi, Sejarah Islam (sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX), (Jakarta: Akbar, 2003), Cet. I, Hal. 7
[2]Ibid. Hal. 329
[3]Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam II, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), Cet. I, Hal. 56
[4]IRA. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (bag. I & 2), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), Cet. I, Hal. 671
[5]C. Israr, Sejarah Kesenian Islam (Jilid 2), Jakarta: Bulan Bintang, 1978, Hal. 97-98
[6]M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), Cet. I, Hal. 255
[7] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. I, Hal. 291-292
[8]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam), (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. I, Hal. 
[9] Ahmad Al Ussairi, Loc. Cit., Hal. 330-331
[10]C. Israr, Loc. Cit., Hal. 93
[11]M. Abdul Karim, Loc. Cit, Hal. 273-281

Dakwah pada Zaman Rasulullah Periode Madinah


A.    Pendahuluan
Sejarah Periode awal Islam merupakan rentang waktu yang sangat penting , karena pada periode itu ajaran Islam yang konpeherensif betul-betul diimplementasikan. Dengan kata lain, periode awal Islam itu merupakan prototype dan ideal yang harus ditiru oleh masyarakat kita sekarang.[1] Setelah mempelajari sejarah dakwah Rasulullah pada periode Mekkah selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas mengenai dakwah pada masa Rasulullah SAW periode Madinah.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW. dimulai dari tahun 521 SH(570 M) hingga 11 H(632 M). Didalamnya diungkap tentang berdirinya Negara Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah yang menjadikan Madinah Al-Munawwarah sebagai pusat awal dari semua aktivitas negara yang kemudian meliputi semua Jazirah Arabia. Sejarah ini merupakan sejarah yang demikian indah yang seharusnya dijadikan contoh dari suri tauladan oleh kaum muslimin, baik penguasa maupun rakyat biasa. Sebab Allah telah berfirman dalam surat Al- Ahzab: 21, yang artinya “sesungguhnya telah ada pada(diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu(yaitu) bagi orang yang mengharap(rahmat) Allah dan (kedatangan)hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah ”.[2]
Madinah adalah sebuah oasis pertanian. Sebagaimana mekkah, Madinah juga dihuni oleh berbagai klan dan tidak oleh sebuah kesukuan yang tunggal, namun berbeda dengan Makkah, Madinah merupakan perkampungan yang diributkan oleh permusuhan yang sengit dan anarkis antara kelompok kesukuan terpandang- suku Aws dan Khazraj-. Madinah senantiasa mengalami perubahan sosial yang meningglakan bentuk kemasyarakatan absolut model badui. Kehidupan sosial Madinnah secara berangsur-angsur diwarnai oleh unsure kedekatan ruang daripada oleh sistim kekerabatan. Madinah juga memiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagaian besar penduduknya lebih simpatik terhadap monotheisme. [3]
                                                   

B.     Rumusan Masalah
1.       Bait Aqabah
2.       Hijrah ke Yasrib
3.       Yasrib Menjadi Kota Nabi
4.      Dakwah di Madinah
5.      Faktor-faktor yang Membantu Masuknya Islam ke Madinah
C.    Pembahasan
Zaman Madinah adalah zaman yang dimulai setelah nabi hijrah dari Makkah ke Madinah. Namun demikian, kepindahan nabi ke Madinah didauhului oleh beberapa peristiwa berikut:
1.      Bait Aqabah
Ibadah haji merupakan lembaga tua yang sudah ada sejak zaman Nabi Ibrahim a.s, suku-suku arab melaksanakan ibadah ini setiap tahun dengan cara  mendatangi ka’bah. Pada saat berlangsungnya kegiatan ibadah haji ini, Rasulullah menggunakan kesempatan untuk menyampaikan dakwahnya kepada rombongan jama’ah haji yang dating dari segenap penjuru arab.  
Orang-orang Aus dan Khazraj mendengar orang-orang yahudi tentang kedatangan seorang nabi[4] yang mereka yakini sebagi juru selamat. Setelah mereka bertemu dengan Rasulullah, bertemulah enam orang dari khazraj dan mereka masuk Islam. Setahun berikutnya dating dua belas orang laki-laki dimana sepuluh orang suku Khazraj dan dua orang suku Aus serta seorang wanita. Mereka bertemu di suatu tempat yang bernama Aqabah. Di tempat inilah mereka mengadakan baiat (perjanjian setia) atas dasar Islam dengan nabi Muhammad SAW. perjanjian ini disebut baiat aqabah I.
Pada musim haji tehun ke-13 nabian, rombongan jama’ah haji yang berjumlah 73 orang dari Yatsrib dating ke Makkah memnemui nabi Muhammad di bukit Aqabbah. Disana mereka mengadakan perundingan dengan didampingi Abbas (paman Rasulullah). Mereka kemudian berjanji dan berbaiat dengan bersumpah atas nama Allah bahwa mereka kana melindungi nabi SAW sebagaimana melindungi diri mereka sendiri. Perjanjian ini disebut baiat aqabbah II.[5]
2.      Hijrah ke Yasrib
Berita tentang baiat aqabah II ini terdengar oleh pemimpin Quraisy yang menyebabkan gencarnya siksaan yang dilakukan orang Quraisy. Akhirnya, Rasulullah menganjurkan para pengikutnta untuk hijrah ke Yatsrib.[6]
Perkataan “hijrah” berasal dari bahasa arab yang artinnya meningglakan suatu perbuatan atau menjauhkan diri dari pergaulan atau berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain.[7]
Setelah hijrahnya pengikut nabi ke Yastrib para pemimpin Quraisy merasa sudah saatnya membunuh Muhammad sebagai usaha terakhir menghentikan perkembangan agama Islam. Nabi Muhammad kemudian pergi meninggalkan Makkah menuju Yatsrib dengan ditemani Abu Bakar. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 1 Rabiul Awal tahun 1 Hijriah (tahun ke-13 dari ke-nabian), Saat inilah ditetapkan sebagai permulaan tahun Islam atau tahun hijrah.[8] Mereka meninggalkan Makkah melalui gunung Tsur. Nabi lalu bersembunyi di gua Hiro yang ada di balik gunung itu untuk menanti saat yang tepat dan aman dalam melanjutkan perjalanan ke Yatsrib. Peristiwa pemindahan pusat dakwah Islamiyah ini yang dalam sejarah disebut sebagai hijrah sangat penting artinnya bagi pengembangan dakwah dan pengembangan Islam selanjutnya.[9]
3.      Yasrib Menjadi Kota Nabi
Pada tanggal 8 Rabiul Awal 1 Hijriyah nabi dan Abu Bakar akhirnya tiba di Quba setelah menempuh perjalan selama enam hari. Kedatangan mereka telah didengar oleh penduduk Yatsrib. Penduduk Quba mempersiapkan penyambutan kedatangan Nabi dan mereka berebut agar nabi mau bertempat tinggal di rumahnya. Dalam persinggahan nabi Quba, nabi berkesempatan mendirikan masjid yang pertama dalam Islam sebagai pusat pengabdian, yang dikenal sebagai masjid Quba.
Tanggal 16 RabiulAwwal 1 H(24 September 622 M), Rasulullah meninggalkan Quba menuju Yatsrib yang kemudian menjadi markas dakwah Islamiyah. Sejak saat itu nama Yatsrib diganti dengan nama Madinah al-Rasul yang berarti kota nabi dan disingkat menjadi Madinah.
Sebelum sampai Yatsrib, pada saat hari Jum’at, ditengah perjalanan Rasulullah menerima perintah untuk melakukan shalat Jum’at. Sebelum melaksanakan shalat Jum’at, Nabi menyampaikan sebuah khutbah(berisi aturan hidup bermasyarakat dan tututan agama Islam) yang berfungsi sebagai media dakwah dalam bentuk lisan untuk menggalang dan mengonsolidasikan ummat.[10]
4.      Dakwah di Madinah
Fase Madinah adalah fase realisasi ajaran Islam secara total dalam segala aspek kehidupan masyarakat karena itu perjuangan nabi di Madinah bersifat menyeluruh dalam upaya membangun masyarakat dalam segala bidang dan disegala lapangan kehidupan dalam rangka memasyarakatkan ajaran Islam dalam rujukan ummat.
Di Madinah, Nabi tidak hanya sebagai seorang mubaligh saja tetap beliau bertindak sebagai pemimpin negara, politikus, dan panglima perang. Selain itu, Nabi juga merupakan tempat kembalinnya segala persoalan yang ada dalam masyarakat.
Perjuangan dakwah Nabi selalu mendapatkan bimbingan dari Allah SWT yang berwujud ayat-ayat Al-Qur’an. Program perjuangan Nabi yang pertama adalah menata dan membangun kehidupan masyarakat berdasarkan tatanan Islam serta menjaga dan mempertahankan yang sudah ada. Berbagai sarana dakwah digunakan nabi untuk mencapai cita-cita yang luhur, antara lain:
a.       Membina masyarakat Islam
Dalam membina masyarakat Islam digunakan langkah-langkah sebagai berikut:
·         Mendirikan Masjid
Masjid dibangun oleh Nabi Muhammad sebagai tempat memulai menyusun perencanaan dakwah, mengeluarkan komando dakwah dan sekaligus menggodok kader-kader dakwah. Nabi mengajarkan doktrin-doktrin ajaran Islam dan umat Islampun yang berasal dari segenap dari segenapa lapisan mayarakat dan golongan dapat melakukan sholat berjam’ah serta bermusyawarah mengenai hal-hal yang mereka hadapi. Masjid adalah rumah Allah swt dan segala perjuangan timbul dan diwarnai kesucian masjid ini.
·         Menggalang Persaudaraan Ummat Islam
Disamping mendirikan masjid titik berat ummat Islam ialah menumbuhkan dan mengembangkan rasa ukhuwah Islamiyah (persaudaraan umat Islam).
Kenyataan menunjukan bahwa komunitas orang-orang mu’min yang berdomisli di Madinah saat itu adalah komunitas sosial yang plural. Mereka terdiri dari orang-orang muhajirin yang pindah dari Makkah dan golongan Anshor dari Madinah yang menolong Muhajirin. Karena itu, langkah yang dilakukan pertama kali oleh Rasulullah adalah mengumpulkan orang-orang Anshor dan Muhajirin dalam suatu pertemuan. Mereka kemudian dipersaudarakan oleh nabi.
Model persatuan merupakan hal yang baru dalam tradisi masyarakat arab sebagai ganti dari model persatuan yang berdasarkan kesukuan yang sangat dominan selama ini.
·         Mengadakan Perjanjian Antar Penduduk Madinah
Menurut pandangan Nabi, lancarnya upaya membangun masyarakat Islam sangat tergantung pada factor prakondisi yang baik dan situasi yang mendukung, yaitu bila keadaan dan situasi aman, tenang, dan tentram. Nabi mengadakan perjanjian antar penduduuk Madinah yang intinnya menjamin ketentraman situasi yang dibutuhkan dalam dakwah. Pokok perjajian itu sebagai berikut:
a.)    Orang-orang Yahudi dan orang-orang yang tidak beragama harus hidup rukun dengan kaum muslimin
b.)    Setiap golongan wajib emmbangun Negara dan wajib saling membantu untuk memepertahankan kota Madinah
c.)    Setiap penduduk dijamin keamanan hidupnya
d.)   Setiap penduduk yang terikat perjanjian wajib menghormati kesucian kota Madinah
e.)    Nabi Muhammad diangkat sebagai ketua umum penduduk kota Madinah  untuk emngatur dan memimpin semua kepentingan penduduk, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
-       Meletakan dasar-dasar politik, sosial, dan ekonomi untuk masyarakat Islam
-       Memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam
b.      Memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam
Ketika mayarakat Islam telah terbina, sistim pemerintahan telah trsusun, persaudaraan antara kaum muslimin tercapai dan dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial telah diletakkan, maka langkah selanjutnya yang dilakukan nabi memelihara dan emmperthankan kondisi yang telah baik tersebut. Nabi menyadari bahwa orang musyrik dan orang Yahudi tidak akan selamnnya mematuhi perjanjian tersebut.
Ternyata, perkembangan Islam yang pesat menimbulkan beberapa masalah antara lain:
-       Menimbulkan kerisauan pada orang Quraisy
-       Masalah lalu lintas perniagaan yang biasa dilakukan penduduk Makkah pada setiap musim panas
-       Dikalangan kaum muslimin timbul rasa rindu pada tanah kelahiran, rindu Ka’bah dan teringat pula akan kekejaman Quraisy
-       Dikalangan orang Yahudi tibul gagasan untuk membatalkan perjajnjian yang dibuatnya dengan nabi Muhammad SAW
  Suasana damai ini tidak bisa bertahan lama. Orang Yahudi telah merobek perjajanjian dengan diam-diam telah mengadakan kesepakatan dengan orang Quraisy untuk menghancurkan nabi Muhammad saw. Mereka juga berusaha menghasut orang Islam. Dalam rangka menanggulangi tipi daya dan bujuk rayu orang Yahudi ini, Allah SWT memberikan pedoman kepada Nabi Muhammad SAW agar ummatnya diperingatkan akan bahaya orang Yahudi. Dengan maksud mempertahankan dan memelihara masyarakat Islam turunlah QS. Al-Hajj : 39-40 yang menyatakan mengenai izin berperang pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah dengan maksud dan tujuan membela diri dan melindungi dakwah.[11]
5.        Faktor-faktor yang Membantu Masuknya Islam ke Madinah
a.       Orang-orang Yatsrib(Madinah) adalah orag yang paling dekat dengan agama samawi karena mereka banyak mendengar dan berdekatan dengan orang-orang Yahudi.
b.      Orang-orang Yahudi Madinah sering mengancam orang-orang Arab tentang
akan semakin dekatnya kedatangan seorang kemunculan Nabi,, dan bahwa mereka akan mengikutinya dan mengusir orang-orang Arab itu.
c.       Orang-orang Arab Madinah(Aus dan Khazraj) berada dalam permusuhan yang akut.[12]
D.    Kesimpulan
Sejarah dakwah Rasulullah periode Madinah, diawali setelah hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Beliau menuju Madinah dengan ditemani sahabatnya yaitu Abu Bakar As-Sidiq melewati gunung Tsur. Ditengah perjalanan, mereka beristirahat dan bersembunyi untuk mencari waktu yang tepat untuk melanjutkan perjalanan, di gua Hiro’. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 1 Rabiul Awwal tahun 1 H.
Rasulullah diterima dengan baik oleh penduduk Yatsrib, sehingga menghasilkan Bait Aqabah I dan Bait Aqabah II. Disana yang pertama dilakukan adalah menata dan membangun kehidupan masyarakat berdasarkan tatanan Islam serta menjaga dan mempertahankan yang sudah ada. Sarana yang digunakan Rasulullah selama berdakwah di Madinah antara lain: 1. Membina masyarakat Islam dengan mendirikan masjid, menggalang persaudaraan ummat Islam,  serta mengadakan perjanjian antar penduduk madinah. 2. Memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam.
Salah satu metode dakwah dakwah yang dapat diambil dari sejarah dakwah periode Madinah ini adalah dakwah dengan lisan melalui media khutbah shalat Jum’at.
Daftar Pustaka
A. Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1997.
Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam(Sejak Zaman Nabi Adam Hingga abad XX), Jakarta: Akbar Media, 2009.
Akram Dhiyauddin Umari, Masyarakat Madani(Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi), Jakarta: Gema Insani, 1999.
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam(bagian Kesatu dan Dua), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW (II A), (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), Cet. IV, hal. 11
Wafiyah & Awaludin Pimay, Sejarah Dakwah, Semarang: RaSAIL, 2005.


[1] Akram Dhiyauddin Umari, Masyarakat Madani(Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi), (Jakarta: Gema Insani, 1999), Cet. II, hal. 26
[2] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam(Sejak Zaman Nabi Adam Hingga abad XX), (Jakarta: Akbar Media, 2009), Cet. VII, hal. 5-6
[3] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam(bagian Kesatu dan Dua), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), Cet. I, hal. 38
[4] Ahmad Al-Usairy, loc. cit, hal. 98
[5] Wafiyah & Awaludin Pimay, Sejarah Dakwah, (Semarang: RaSAIL, 2005), Cet. I, hal. 91-92
[6] Wafiyah & Awaludin Pimay, loc.cit, hal. 93
[7] Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW (II A), (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), Cet. IV, hal. 11
[8] A. Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, ( Jakarta: Al-Husna Zikra, 1997 ), Cet. IX, hal. 113
[9] Wafiyah & Awaludin Pimay, op.cit, hal. 93-94
[10] Ibid, hal. 95
[11] Ibid. Hal. 96-104
[12] Ahmad Al-Usairy, loc. cit, hal. 99-100