Assalamualikum Wr. Wb.

Thank You for Your Joined

Minggu, 08 Januari 2012

KONSEP KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QURAN



A.  TEORI
Manusia sebagai dzat ciptaan Allah yang hidup di dunia tidak bisa lepas dari dua hubungan, yaitu  khablum-minallah dan khablum-minannats. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa hidup dalam kesendirian tanpa bedampingan dengan manusia lainnya. Salah satu bentuk wujud dan media khablum-minannats  adalah komunikasi.
Secara etimologis komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu cum, sebuah kata depan yang artinya dengan atau bersama dengan, dan kata units, sebuah kata bilangan yang berarti satu. Dua kata tersebut membentuk kata benda communio yang dalam bahasa inggris disebut dengan communion yang berarti kebersamaan, persatuan, federal gabungan, pergaulan atau juga hubungan. Komunikasi berarti pemberitahuan pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan (Hardjana, 2003).
Longman Dictionary of Contemporary English memberikan definisi kata communicate sebagai upaya untuk membuat pendapat, mengatakan perasaan, menyampaikan informasi dan sebagainya agar diketahui atau dipahami oleh orang lain. Sedangkan communication diartikan sebagai tindakan atau proses berkomunikasi. Dennis Murphy dalam bukunya Better Business Communication menyatakan komunikasi adalah seluruh proses yang dipergunakan untuk mencapai pikiran-pikiran orang lain . Sedangkan Harwood mendefinisikan komunikasi secara lebih teknis yaitu sebagai suatu proses untuk membangkitkan kembali memori-memori manusia. Jadi, komunikasi berarti proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui suatu media dengan harapan adanya perubahan (effect) baik pengetahuan, perilaku, atau sikap.
Menurut bentuknya, komunikasi dibedakan menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal yaitu bentuk komunikasi yang menggunakan simbol-simbol bermakna dan berlaku umum dalam proses komunikasi melalui suara, tulisan atau gambar. Lebih khusus lagi komunikasi verbal yaitu komunikasi yang menggunakan perantara bahasa.
Dalam berkomunikasi, komunikator diharapkan mampu menggunakan komunikasi verbal secara efektif, agar tidak terjadi kesalahan persepsi. Dari sisi lain Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, hendaklah berbicara secara efektif atau diam”. Komunikasi verbal dikatakan efektif apabila pesan yang dimaksudkan oleh komunikator mampu diterima dan dipahami dengan baik oleh komunikan, atau dengan kata lain terjadi persamaan persepsi antara keduanya.
Al-Quran secara etimologi merupakan kata benda dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) keduanya berarti ‘membaca’. Sedangkan secara terminologi, Al-Quran  adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam melalui malaikat Jibril secara berangsur-angsur, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
B.  PERMASALAHAN
Ketika seorang da’i ingin menyampaikan pesan kepada mad’u tentu ia harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik, agar komunikasi dapat berlangsung secara efektif. Apabila sudah mad’u sudah mengusai komunikasi dengan baik, khususnya komunikasi verbal, tentu dakwah akan selalu berhasil karena ia mampu memengaruhi mad’u dengan baik.
Dalam tulisan ini  akan membahas mengenai “Bagaimana konsep komunikasi verbal dalam Al-Quran?”
C.  PEMBAHASAN
Identifikasi ayat al-Qur’an tentang komunikasi verbal
Setelah dilakukan penelusuran berdasar etimologi, maka dapat diidentifikasi istilah yang mengandung makna komunikasi verbal. Yang termasuk kategori denotatif adalah:
1.    QAULAN MAISURAN (QS. AL-ISRO’: 28)
$¨BÎ)ur £`|Ê̍÷èè? ãNåk÷]tã uä!$tóÏGö/$# 7puH÷qu `ÏiB y7Îi/¢ $ydqã_ös? @à)sù öNçl°; Zwöqs% #YqÝ¡øŠ¨B ÇËÑÈ  
28. “Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas[851].”
[851] Maksudnya: apabila kamu tidak dapat melaksanakan perintah Allah seperti yang tersebut dalam ayat 26, Maka Katakanlah kepada mereka Perkataan yang baik agar mereka tidak kecewa lantaran mereka belum mendapat bantuan dari kamu. dalam pada itu kamu berusaha untuk mendapat rezki (rahmat) dari Tuhanmu, sehingga kamu dapat memberikan kepada mereka hak-hak mereka.

2.    QAULAN KARIMAN (QS. AL-ISRO’: 23)
* 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8yYÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ  
23. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850].”
[850] Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
3.    QAULAN BALIGHAN (QS. AN-NISA’: 63)
y7Í´¯»s9'ré& šúïÉ©9$# ãNn=÷ètƒ ª!$# $tB Îû óOÎhÎ/qè=è% óÚ̍ôãr'sù öNåk÷]tã öNßgôàÏãur @è%ur öNçl°; þ_Îû öNÎhÅ¡àÿRr& Kwöqs% $ZóŠÎ=t/ ÇÏÌÈ  
63. “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.”
4.    QAULAN MA’RUUFAN (QS. AN-NISA’ 5)
Ÿwur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# Ÿ@yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uŠÏ% öNèdqè%ãö$#ur $pkŽÏù öNèdqÝ¡ø.$#ur (#qä9qè%ur öNçlm; Zwöqs% $]ùrâ÷ê¨B ÇÎÈ  
5. “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
[268] Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya.
5.    QAULAN SADIDAN (AN-NISA’ AYAT 9)
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ  
9. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”

D.  ANALISIS
1.      QAULAN MAISURAN (QS. AL-ISRO’: 28)
Dalam Tafsir Adz-Dzikra, Bahtiar Amin menafsirkan,  jika kita sedang dalam kekurangan, sedang untuk menolak mereka orang-orang miskin itu tidak pula sampai hati, sementara kita ada harapan baik akan mendapatkan rezeki yang lumayan, maka cara menolaknya itu hendaknya mempergunakan perkataan yang lemah lembut (Amin, Bahtiar: juz 11-15 hlm; 1156). Dalam Tafsir Al-Azhar, Hamka menjelaskan betapa halus dan bagus bunyi ayat ini, yaitu untuk orang dermawan berhati mulia dan sudi menolong orang yang perlu. Tetapi apa boleh buat, di waktu itu tidak ada padanya yang akan diberikan. Maka disebutkanlah dalam ayat ini, jika engkau terpaksa berpaling dari mereka, artinya berpaling karena tidak sampai hati melihat orang yang sedang perlu kepada pertolongan itu, sedangkan kita yang dimintai pertolongan dalam keadaan kering. Dalam hati kecil sendiri ktia berkata, bahwa nanti di lain waktu, kalau rezeki ada, rahmat Tuhan turun, orang ini akan saya tolong juga. Maka ketika menyuruh pulang dengan tangan hampa itu, berilah dia pengharapan dengan kata-kata yang menyenangkan.
Dari uraian di atas, bahwa makna dari qoulan maisuran yaitu kata-kata yang halus, berbudi dan menyenangkan bagi siapa pun yang mendengarkannya. Untuk itulah di dalam ayat tersebut Allah menganjurkan kepada kita hendaknya mengatakan dengan baik, ketika kita menolak permintaan orang lain dalam keadaan kita sendiri pun tidak mempunyai kesanggupan untuk membantu mereka. Kata-kata yang demikianlah yang dianjurkan dalam ayat ini, menolak dengan kata yang indah, tanpa harus menyakiti, tetapi sebaliknya membuat tenteram yang bersangkutan.

2.      QAULAN KARIMAN (QS. AL-ISRO’: 23)
Menurut Ahmad Al-Ansori Al-Qurtubi dalam tafsirnya Al-Jami’ul Ahkam Al-Qurtubi, beliau menafsirkan kata (qoulan karima) yaitu kata atau ungkapan dengan lemah lembut, seperti memanggil kedua orang tua dengan panggilan yang sopan, semisal Ayahanda atau Ibunda, bukan justru sebaliknya memanggil dengan panggilan namanya maupun dengan ungkapan atau perkataan yang semisalnya, baik berupa sindiran atau kiasan. Lebih jauh lagi beliau menjelaskan (qoulan karima) yaitu kata-kata yang santun, sopan dan bukan kata-kata yang kasar seperti halnya kata-kata yang diungkapkan oleh orang-orang jahat. Ayat di atas menegaskan perintah untuk berkata kepada orang tua dengan perkataan yang pantas, kata-kata yang mulia, kata-kata yang keluar dari mulut orang yang beradab dan bersopan santun.
Dalam hal ini Imam Athaa’ sampai mengatakan: “sekali-kali jangan sebut nama beliau. Panggil sja “Ayah-Ibu, Abunya-Ummi, Papi-Mami”! Pendeknya segala perkataan yang mengandung rasa cinta kasih. Sehingga tingkat yang mana yang telah dicapai oleh si anak dalam masyarakat, entah dia menjadi presiden, menteri, atauppun duta besar, perlihatkanlah di hadapan ayahmu dan ibumu bahwa engkau anaknya. Maka beliau menganjurkan lima hal sebagai berikut:
-Pertama: Jangan kamu jengkel terhadap sesuatu yang kamu lakukan oleh salah satu dari orangtuamu atau oleh kedua-duanya yang menyakitkan hati orang lain, tetapi bersabarlah menghadapi semua itu dari mereka berdua dan mintalah pahala Allah atas hal itu, sebagaimana kedua orang itu pernah bersikap kepadamu.
-Kedua: Janganlah kamu menyusahkan keduanya dengan sesuatu perkataan yang membuat mereka berdua merasa tercela. Hal ini merupakan larangan menampakkan perselisihan terhadap mereka berdua dengan perkataan yang disampaikan dengan nada menolak atau mendustakan mereka berdua, di samping ada larangan untuk menampakkan kejemuan, baik sedikit maupun banyak.
-Ketiga: Ucapkanlah dengan ucapan yang baik kepada orangtua dan perkataan yang manis, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, sesuai dengan kesopanan yang baik, dan sesuai dengan tuntutan kepribadian yang luhur. Seperti ucapan: Wahai ayahanda, Wahai Ibunda. Dan janganlah kamu memanggil orangtua dengan nama mereka, jangan pula kamu meninggikan suaramu di hadapan orangtua, apalagi kamu memelototkan matamu terhadap mereka berdua. Menurut Ibnu ‘I-Musayyab, perkataan mulia yaitu seperti perkataan orang budak yang berdosa di hadapan tuannya yang galak.
-Keempat: Bersikaplah kepada orangtua dengan sikap tawadlu’ dan merendah diri dan taatlah kamu kepada mereka berdua dalam segala yang diperintahkan terhadapmu, selama tidak berupaya kemaksiatan kepada Allah. Yakni sikap yang ditimbulkan oleh belas kasih dan sayang mereka berdua, karena mereka benar-benar memerlukan orang yang bersifat butuh pada mereka berdua. Dan sikap itulah, puncak ketundukan dan kehinaan yang bisa dilakukan.
-Kelima: Hendaklah kamu berdo’a kepada Allah agar Dia merahmati kedua orangtuamu dengan rahmat-Nya yang abadi, sebagai imbalan kasih sayang mereka berdua terhadap dirimu ketika kamu masih kecil dan belas kasih mereka yang baik terhadap dirimu. (Mustafa Al-Maraghi: 61-63)
Bahwa makna dari qoulan karima, yaitu kata-kata yang baik, yang mulia dan yang beradab. Kata yang apabila diucapkan tidak membuat orang lain sakit hati, benci atau bahkan jengkel akibat dari kata-kata tersebut. Kesopanan dalam menyampaikan perkataan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam upaya menyampaikan atau menghadirkan ilmu pengetahuan maupun informasi ke dalam benak maupun hati seseorang.

3.    QAULAN BALIGHAN (QS. AN-NISA’: 63)
Kata (balighan) terdiri dari huruf ba’, lam dan ghaiin. Para pakar bahasa menyatakan bahwa semua kata yang terdiri dari huruf-huruf tersebut mengandung arti sampainya sesuatu ke sesuatu yang lain. Ia juga bermakna “cukup”, karena kecukupan mengandung arti sampainya sesuatu kepada batas yang dibutuhkan. Para pakar sastra menekankan perlunya dipenuhi beberapa kriteria, sehingga pesan yang disampaikan dapat disebut balighan, yaitu:
1.      Tertampung seluruh pesan dalam kalimat yang disampaikan.
2.      Kalimatnya tidak bertele-tele, tetapi tidak pula singkat sehinga mengaburkan pesan.
3.      Kosakata yang merangkai kalimat tidak asing bagi pendengar dan pengetahuan lawan bicara, mudah diucapkan serta tidak “berat” terdengar.
4.      Keserasian kandungan gaya bahasa dengan sikap lawan bicara.
5.      Kesesuaian dengan tata bahasa.
Ayat di atas mengibaratkan hati mereka sebagai wadah ucapan sebagaimana dipahami dari kata (fii anfusihim). Wadah tersebut harus diperhatikan, tidak hanya kuantitasnya, tetapi sifat wadahnya.
Hal ini dapat dipahami: sampaikan nasihat kepada mereka secara rahasia, jangan permalukan mereka di hadapan umum, karena nasihat atau kritik secara terang-terangan dapat melahirkan antipati, bahkan sikap keras kepala mendorong pembangkangan yang lebih besar lagi. (Shihab, Quraish, 2000:468-469).
Di dalam Tafsir al-Maraghi diterangkan, bahwa arti qoulan balighan yaitu “perkataan yang bekasnya hendak kamu tanamkan di dalam jiwa mereka”. Lebih jauh lagi dalam tafsir ini diterangkan bahwa Allah meminta agar mereka diperlakukan dengan 3 cara:
-Pertama: berpaling dari mereka dan tidak menyambut dengan muka yang berseri dan penghormatan.
-Kedua: memberikan nasihat dan peringatan akan kebaikan dengan cara yang dapat menyentuh hati mereka dan mendorong mereka merenungi berbagai pelajaran dan teguran yang disampaikan kepada mereka.
-Ketiga: menyampaikan kata-kata yang membekas di dalam hati mereka, sehingga mereka merasa gelisah dan takut karenanya.
Dari uraian di atas, makna dari qoulan balighan yaitu kata-kata yang mengandung arti sampainya sesuatu kepada batas yang dibutuhkan. Kosakata yang merangkai kalimat, tidak asing bagi pendengar dan pengetahuan lawan bicara, mudah diucapkan serta tidak “berat” terdengar.

4.    QAULAN MA’RUUFAN (QS. AN-NISA’ 5)
Ayat di atas melarang memberi harta kepada para pemilik yang tidak mampu mengelola hartanya dengan baik. Mereka itu orang-orang yang belum sempurna akalnya, baik anak yatim, anak kecil, orang dewasa atau wanita, karena harta tersebut masih menjadi wewenang yang bersangkutan sehingga harus dipelihara dan tidak boleh diboroskan atau digunakan bukan pada tempatnya. Dan hendaknya harta tersebut dapat digunakan sebagai modal dalam berusaha sehingga menghasilkan keuntungan.
Dalam Tafsir Al-Qurtubi dijelaskan mengenai قولا معروفا yaitu melembutkan kata-kata dan menepati janji. Dan beberapa ulama’ berselisih mengenai kata.
Dalam Tafsir Al-Maraghi dijelaskan bahwasanya ayat di atas berkisar tentang para wali dan orang-orang yang diwasiati, yaitu mereka yang dititipi anak-anak yatim, juga tentang perintah terhadap mereka agar memperlakukan anak yatim dengan baik. Makna dari kata qoulan ma’rufa yait kata-kata yang baik dan halus. Kata-kata yang selayaknya diungkapkan oleh wali atau pengasuh-pengasuh anak yatim terhadap anak didiknya, yaitu kata yang halus dan baik dalam upaya mendidik mereka. Kata tersebut hendaknya tidak menyinggung perasaan mereka, karena jiwa anak yang sangatlah mudah tersinggung dan bahkan sangat sensitif.

5.    QAULAN SADIDAN (AN-NISA’ AYAT 9)
Kata (sadidan) terdiri dari huruf sin dan dal yang menurut pakar bahasa, Ibnu Faris, menunjukkan kepada makna meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya. Ia juga berarti istiqomah atau konsistensi. Kata ini juga digunakan untuk menunjukkan sasaran. Seorang yang menyampaikan sesuatu atau ucapan yang benar dan mengena tepat sasarannya, dilukiskan dengan kata ini.
Dalam Tafsir Al-Qurtubi dijelaskan makna السديد (as-sadid) yaitu perkataan yang bijaksana dan perkataan yang benar. Atau ada yang mengatakan perintah orang yang sakit untuk mengeluarkan sebagian hartanya dari hak-hak yang diwajibkannya, kemudian memberi wasiat kepada kerabatnya semampunya selama hal itu tidak dilakukan untuk membahayakan jiwa sang anak.
Makna sadid dalam ayat di atas tidak saja berarti benar, akan tetapi juga dapat berarti tepat sasaran. Agar tercapai pada sasaran, maka kata-kata yang akan disampaikan hendaknya diungkapkan dengan nada lemah lembut. Jikalaupun kata-kata tersebut merupakan kritik, maka dalam kondisi yang bersamaan harus dibarengi dengan upaya untuk memperbaikinya, bukan justru meruntuhkannya, sehingga informasi benar-benar sampai pada sasaran secara tepat, benar dan mengena.


6.    KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil sebagai inti dari konsep komunikasi verbal yang dijelaskan dalam Al-Quran antara lain adalah:
·      Allah menganjurkan kepada kita hendaknya mengatakan dengan baik, ketika kita menolak permintaan orang lain dalam keadaan kita sendiri pun tidak mempunyai kesanggupan untuk membantu mereka.
·      Berkatalah dengan kata-kata yang baik, mulia, dan beradab agar kata yang apabila diucapkan tidak membuat orang lain sakit hati, benci atau bahkan jengkel akibat dari kata-kata tersebut.
·      Sampaikanlah  kata-kata yang menampung seluruh pesan dalam kalimat yang disampaikan. Kalimatnya tidak bertele-tele tetapi tidak pula singkat sehingga mengaburkan pesan.
·      Berbicaralah dengan kata-kata yang baik dan halus, dan hendaknya tidak menyinggung perasaan.
·      Agar tercapai pada sasaran, maka kata-kata yang akan disampaikan hendaknya diungkapkan dengan nada lemah lembut. Jikalaupun kata-kata tersebut merupakan kritik, maka dibarengi upaya untuk memperbaikinya, bukan justru meruntuhkannya, sehingga informasi benar-benar sampai pada sasaran secara tepat, benar dan mengena.
Beberapa tehnik atau konsep diatas hanyalah beberapa cara agar kiranya apa (materi) yang kita (komunikator) sampaikan kepada orang lain (komunikan) dapat efektif atau tepat sasaran dan mampu memberikan dampak (efek) yang baik dan penggunaan sarana komunikasi (media) yang tepat dengan pembuktian adanya umpan balik (feed back) dari orang tersebut sesuai dengan harapan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar