Assalamualikum Wr. Wb.

Thank You for Your Joined

Minggu, 08 Januari 2012

Pesta Demokrasi {esta Amplop

Pesta Demokrasi, Pesta Amplop
           
            Pemilihan wakil rakyat di Indonesia saat ini akrab disebut sebagai Pesta Demokrasi. Sebagai negara demokrasi, pemerintahan berlandaskan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Salah satu bukti dari ke-demokrasi-an Indonesia adalah pelaksanaan Pemilu (pemilihan umum).
            Benar sekali, pemilu itu sering manggambarkan fenomena yang menurut saya sangat ayal dan langka. Momen yang berkesempatan benar-benar melibatkan rakyat, masih saja menjadi bius untuk rakyat sendiri. Kapan rakyat ini bisa dikatakan bebas dan merdeka?
            Setiap pemilihan wakil rakyat, bisa dipastikan amplop bertebaran di rumah-rumah. Ini melukiskan betapa bobroknya rakyat kita saat ini. Apabila korupsi telah merajalela di kalangan pemerintahan, maka tidak etis apabila hanya menyalahkan mereka. Seyogyanya rakyat Indonesia bisa sadar bahwa mereka juga sedang membudayakan bibit korupsi. Saya rasa korupsi sudah sangat merata di Indonesia, dari kalangan pemerintahan sampai rakyat jelata.
            Budaya suap yang menjadi pelicin dan titik awal tindak korupsi tidak hanya terjadi pada pesta-pesta demokrasi dalam takaran big event, seperti pemilihan presiden danwakil presiden atau paling tidak DPR dan sederajat. Namun pemilihan Kepala Desa-pun, sudah memberdayakan budaya ini.
            Apabila dianalisis, kemungkinan gaji bersih seorang Kepala Desa selama masa jabatan belum tentu mampu mengembalikan modal (uang suap). Jangan salah, selain amplop bertebaran dimana-mana, rumah sakit jiwa pun ikut diramaikan oleh mereka para calon-calon wakil rakyat yang gagal nengkreng di kursi jabatan.
Rasa kekeluargaan dan tenggang rasa dalam situasi seperti ini, menurut saya yang membunuh indonesia sendiri. Bagaimana tidak? Pilihan yang dipilih hanya berdasarkan belas kasihan semata dengan alasan “Rupiah”. Orang desa, memberlakukan asas ini dengan dalih, “melas, wiz ngenei duit kok yo rak dipilih” (kasihan, sudah memberi uang kok tidak dipilih).
            Tak tanggung-tanggung sasaran amplop ini sama rata sama rasa di kalangan remaja juga. Bagaimana dengan moral pemuda Indonesia? Bagaimana nasib masa depan bangsa ini?
            Maka, yang menjadi pertanyaan siapa yang sebenarnya bertanggungjawab atas tindak korupsi  di negeri ini? Apakah sistem pemerintahan yang diterapkan? Para atasan yang salah kelola? Atau, memang ritual pesta demokrasi yang disalahgunakan?
            Menurut saya, tindak korupsi bisa saja dilenyapkan dari bumi indonesia. Dengan membudayakan asas LUBER (langsung, umum, bersih, rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil) disetiap lapisan baik aktor-aktor pemerintahan ataupun masyarakat. Seharusnya kesadaran dan penanaman moral sejak dini sangat diperlukan bangsa kita. Materialisme yang sudah dalam takaran overload ini seharusnya mampu ditekan serentak oleh seluruh rakyat Indonesia. Pesta demokrasi akan berfungsi dengan baik apabila tanpa diboncengi dengan rupiah. 
            Sistem pemerintahan Repulik berdasarkan Pancasila, memang menjadi lukisan nyata dari bangsa ini. Tinggal pengelolaan yang dari tangan-tangan ulet dan higenis yang mampu mengantarkan rakyat kita menuju demokrasi yang sesungguhnya. Pesta demokrasi yang menjadi ajang suara rakyat diharapkan mampu melahirkan pemimpin yang benar-benar mampu diamanati. 
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar